Senin, 05 Januari 2009

untuk perubahan Indonesia

ERA BARU PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA DI INDONESIA

Ingatlah, kalau jalan Anda terasa berat, itu tandanya Anda sedang mendaki naik. Sebaliknya, kalau jalan Anda lancar dan enak, berhati-hatilah karena itu pertanda Anda sedang menurun – Rhenald Kasali

Bersama Eidi Rasmawardi

Indonesia sedang menuju era baru dalam pengelolaan kekayaan Negara melalui antara lain diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah dan dibentuknya unit kerja baru di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang khusus menangani pengelolaan kekayaan Negara yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Mampukah Indonesia membenahi centang perenangnya pengelolaan Kekayaan Negara Indonesia dengan adanya perubahan ini?

Kekayaan Negara Indonesia

Ruang lingkup kekayaan negara di Indonesia secara umum meliputi dua hal yaitu: barang yang “dimiliki” negara (domein privat) dan barang yang “dikuasai” negara (domein publik). Kedua domein tersebut bersumber dari UUD 1945. Untuk domein privat bersumber dari pasal 23 UUD 1945 sedangkan domein publik dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Yang dimaksud dengan barang “milik” negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah (pasal 1 PP nomor 6 tahun 2006) sedangkan barang “dikuasai” negara adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945).

Memandang cakupan dari kekayaan negara yang begitu luas, dapat dipahami bahwa pengelolaan kekayaan negara Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tidaklah mudah. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan sebagai alasan gagalnya pengelolaan kekayaan negara di masa lalu.

Upaya yang telah dilakukan sebelum terbitnya PP nomor 6 tahun 2006 dirasakan masih belum berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan pengelolaan barang “milik” negara. Apalagi kalau bicara mengenai barang “ dikuasai” negara yang belum dikelola dengan baik sehingga negara Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam tapi sebagian besar rakyatnya masih miskin.

Sebenarnya, potensi kekayaan negara Indonesia yang sangat besar dan beragam menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat berpotensi untuk memimpin Asia di bidang ekonomi seandainya saja seluruh kekayaan negara tersebut dikelola dengan baik. Namun, akibat salah kelola maka Indonesia terpuruk dan mengalami kesulitan untuk bangkit kembali.

Masalah Kekayaan Negara di Indonesia

Indonesia adalah negara yang dilimpahi dengan kekayaan yang melimpah ruah, terutama kekayaan sumber daya alamnya. Bandingkan saja dengan negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang sumber daya alamnya lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Namun, mengapa mereka bisa lebih maju daripada Indonesia? Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia ketinggalan. Salah satu hal yang kerap dituding sebagai penyebabnya adalah kacaunya pengelolaan Kekayaan Negara di Indonesia.

Kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan pada Desember 2002 merupakan satu bukti nyata kacaunya pengelolaan Kekayaan Negara kita. Lemahnya pengawasan dan kurangnya perhatian dari pemerintah dianggap sebagai biang dari lepasnya kedua pulau tersebut. Lemahnya posisi tawar pemerintah dalam pemberian konsesi pertambangan juga sering kali terjadi sehingga kekayaan alam kita lambat laun hancur dan dikeruk habis oleh negara lain sementara kompensasi yang diterima Indonesia tidaklah sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Belum lagi kasus dimana kekayaan negara yang tidak jelas status hukumnya seperti kasus klaim dari pemerintah Cina atas sejumlah aset di Indonesia.

Jika dilakukan inventarisasi atas masalah-masalah yang menyangkut kekayaan negara sudah pasti akan menghasilkan sebuah buku tebal. Namun, semua masalah-masalah tersebut bisa disarikan menjadi sebagai berikut: belum adanya upaya inventarisasi seluruh aset Negara, inefisiensi pemanfaatan aset Negara, landasan hukum yang belum menyeluruh dan terpadu, lokasi yang tersebar dan hak penguasaan yang tidak jelas, koordinasi yang lemah, pengawasan yang lemah, konflik kepentingan, dan mudahnya penjarahan aset Negara.

Masalah-masalah tersebut sebagian besar merupakan akibat yang ditimbulkan oleh pengelolaan kekayaan Negara yang berantakan di masa yang lalu dimana pengelolaan atas aset Negara bersifat tertutup dalam pengertian adanya ketidakjelasan mengenai siapa pengelola aset Negara dan tidak jelasnya pemanfaatan atau pelepasan asset Negara. Selain itu, pengelolaan kekayaan Negara Indonesia pada masa lalu cenderung berpihak pada kepentingan bisnis dan pribadi semata sehingga aspek kepentingan publik terabaikan.

Manajemen Kekayaan Negara yang Baik

Secara umum, manajemen aset baik di perusahaan maupun Negara meliputi aktivitas: perencanaan (planning), perolehan (acquisition), pemanfaatan (utilization), dan penghapusan (disposal) (lihat gambar 1).

Gambar 1. Siklus Hidup Kekayaan Negara

Di dalam suatu manajemen aset yang baik, menurut buku “Asset Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through Public-Private Dialogue” yang diterbitkan oleh. Federal Highway Administration and the American Association of State Highway and Transportation Officials tahun 1996, keempat aktivitas tersebut dilaksanakan dengan berpegang pada tiga pilar utama yaitu:

1. Keputusan yang menyangkut manajemen aset harus didasarkan pada evaluasi atas alternatif-alternatif yang ada dengan mempertimbangkan total biaya yang dikeluarkan, manfaat, dan risiko dari aset tersebut. Contoh: Saat suatu unit kerja pemerintah memerlukan kendaraan dinas sebagai alat untuk melayani masyarakat, maka unit kerja tersebut harus mempertimbangkan semua alternatif pengadaan kendaraan dinas. Selama ini, sebagian besar pengadaan kebutuhan kendaraan dinas di unit kerja pemerintah adalah melalui “membeli” tanpa mempertimbangkan alternatif untuk “menyewa”. Seharusnya, unit kerja tersebut mempertimbangkan dengan cermat apakah lebih murah “membeli” atau “menyewa”. Jika setelah dipertimbangkan biaya dan manfaatnya ternyata lebih murah “menyewa” maka mengapa unit kerja tersebut harus melakukan “pembelian” kendaraan dinas?

2. Kepemilikan, pengendalian / pengawasan, pertanggungjawaban, dan pelaporan suatu asset harus ditata dengan jelas, dikomunikasikan kepada pengguna (stakeholders), dan diimplementasikan dengan baik. Jika pilar ini kokoh maka tidak akan ada lagi kasus lepasnya aset Negara kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak maupun kasus kerugian yang dialami Negara akibat pelaporan nilai yang tidak wajar dalam neraca pemerintah.

3. Aktivitas manajemen aset harus berada di bawah kerangka kebijakan manajemen aset yang terintegrasi. Tanpa adanya kebijakan yang terintegrasi maka yang terjadi adalah upaya tambal-sulam kebijakan dari penguasa baru yang menggantikan kebijakan penguasa lama.

Beberapa ciri atau kriteria dari keberhasilan manajemen aset adalah:

1. Pengelola mengetahui barang atau aset apa saja yang dimiliki / dikuasainya.

2. Pengelola mengetahui berada di mana saja barang atau aset tersebut.

3. Pengelola mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan memanfaatkan suatu aset tertentu.

4. Pengelola mengetahui bagaimana pemanfaatan dari setiap aset yang dimiliki / dikuasainya.

5. Pengelola mengetahui berapa nilai dari aset yang dimiliki / dikuasainya.

6. Pengelola melakukan review secara reguler atas semua aset yang dimiliki / dikuasainya apakah masih sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Sudahkah kekayaan negara di Indonesia di masa lalu dikelola sesuai dengan ketiga pilar utama tersebut sehingga keenam kriteria keberhasilan pengelolaan kekayaan negara dipenuhi? Nampaknya kegiatan pengelolaan kekayaan negara di Indonesia di masa lalu belum sepenuhnya sesuai dengan ketiga pilar tersebut sehingga masih saja terjadi masalah-masalah yang telah penulis kemukakan di atas.

Pengelolaan Kekayaan Negara di Indonesia

Tujuan utama pengelolaan kekayaan negara dimanapun adalah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kekayaan negara adalah alat bagi negara untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Misi pengelolaan kekayaan negara yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu: efisiensi pengeluaran, optimalisasi penerimaan, dan efektivitas pengelolaan. Efisiensi pengeluaran berarti setiap pengeluaran pemerintah untuk pengadaan aset negara harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan tidak di-markup sehingga tidak terjadi pemborosan APBN. Optimalisasi penerimaan berarti setiap kekayaan negara harus dapat menghasilkan penerimaan yang optimal untuk negara dan bukan sekadar membebani APBN. Sedangkan efektivitas pengelolaan berarti kekayaan negara sebagai alat negara berfungsi dan dikelola secara efektif sesuai dengan tujuannya yaitu sebagai alat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Ditinjau dari segi efisiensi pengeluaran, pengelolaan kekayaan negara di Indonesia bisa dianggap masih menyedihkan. Praktik markup yang tidak wajar atas nilai proyek-proyek pemerintah dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan bukan sesuatu yang tabu. Perencanaan pengadaan aset negara tidak dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan (needs analysis) yang mendalam.

Dari segi optimalisasi penerimaan bisa dilihat betapa minimnya sumbangan dari kekayaan negara terhadap APBN dibandingkan dengan potensi yang seharusnya bisa diterima oleh negara. Hal ini antara lain diakibatkan oleh masih belum diketahuinya nilai dari potensi kekayaan negara Indonesia sehingga pemerintah cenderung untuk percaya dengan nilai potensi yang disuguhkan oleh para investor meskipun sangat mungkin nilai tersebut sudah mendapatkan markdown sehingga jauh di bawah nilai potensi yang sesungguhnya.

Dipandang dari segi efektivitas pengelolaan dapat dirasakan bahwa pelayanan negara kepada masyarakat masih belum optimal. Bahkan pelayanan dasar (basic services) yang antara lain mencakup kesehatan dan pendidikan masih sangat kurang. Masyarakat Indonesia yang sudah mendapat pelayanan listrik baru 55 % saja, itupun masih byar-pet.

Berdasarkan indikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pengelolaan kekayaan negara Indonesia masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Hal inipun disadari sepenuhnya oleh para pimpinan negeri ini sehingga berbagai upaya terus dilakukan untuk membenahi pengelolaan kekayaan Negara Indonesia.

Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memecahkan masalah pengelolaan kekayaan Negara di Indonesia adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah dan meleburkan unit kerja pengelolaan kekayaan Negara yang selama ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) ke dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Dengan terbitnya PP nomor 6 tahun 2006 diharapkan pengelolaan kekayaan Negara, khususnya Barang “Milik” Negara (BMN) dan Daerah, dapat dilakukan dengan lebih optimal, efisien, dan efektif. Meskipun PP tersebut masih perlu untuk direvisi di beberapa bagian, namun secara umum PP ini telah mengakomodasi hampir semua aspek pengelolaan kekayaan Negara yang baik sesuai dengan tiga pilar seperti yang tersebut di awal artikel ini. Untuk mencegah agar PP ini tidak menjadi “macan ompong” maka ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1. Peraturan pelaksanaan dari PP tersebut harus segera diterbitkan sehingga tidak menimbulkan kegamangan dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengimplementasikan PP tersebut.

2. Sosialisasi dari PP tersebut maupun peraturan pelaksanaannya harus dilakukan dengan lebih intensif sehingga semua Satuan Kerja (Satker) di pemerintah pusat dan daerah sebagai ujung tombak pengelolaan kekayaan negara serta masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pengelolaan kekayaan negara yang baik.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan PP ini harus lebih diperketat baik pengawasan intern maupun ekstern sehingga setiap penyimpangan dapat segera ditindaklanjuti.

Sementara itu, Menteri Keuangan cq. DJKN yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah sebagai “Penguasa” barang sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maupun sebagai “Pengelola” barang sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006 harus bekerja keras guna mewujudkan harapan masyarakat akan terciptanya pengelolaan kekayaan negara yang lebih baik. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh DJKN agar harapan publik tersebut dapat terwujud dengan baik:

1. Tumbuhkan kesadaran bahwa tugas yang diemban oleh DJKN saat ini adalah tugas yang sangat berat sekaligus sangat penting. Seperti telah Penulis ungkap sebagai prolog dari tulisan ini, bilamana langkah terasa berat maka itu tandanya DJKN sedang mendaki ke tempat yang lebih tinggi.

2. Mengutip Rhenald Kasali (2005): “Tumbuhkan kesadaran bahwa setiap awal pasti sulit”. Pasti akan terasa sulit bagi DJKN untuk memulai pengelolaan kekayaan negara yang selama ini belum berjalan dengan baik. Namun, untuk mencapai langkah yang ke-seribu, harus dimulai dengan langkah pertama yang pasti berat. Kalau sudah biasa, maka masyarakat dapat menikmati manisnya kesuksesan pengelolaan kekayaan negara yang baik.

3. Perlunya kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari segenap staf DJKN untuk berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat melalui pengelolaan kekayaan negara yang lebih baik.

Tahap Lanjutan

Setelah semua upaya tersebut, langkah lanjutan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi harapan masyarakat akan pengelolaan kekayaan negara yang baik? Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa kekayaan negara bukan hanya mencakup “Barang Milik Negara” saja tapi meliputi juga “Barang Dikuasai Negara”.

Untuk itu, diperlukan suatu Undang-Undang (UU) yang merupakan induk dari pengelolaan kekayaan negara tanpa mengesampingkan Undang-Undang (UU) yang telah ada seperti UU nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan gas bumi, UU nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan, dan UU Energi yang baru saja disahkan oleh DPR. UU ini, katakanlah UU Pengelolaan Kekayaan Negara, berperan sebagai UU induk yang mengatur tentang pengelolaan “Barang Dikuasai Negara” secara umum sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Dengan demikian, semua jenis kekayaan negara baik itu “milik” ataupun “dikuasai” negara sudah memiliki payung hukum yang kuat. Seandainya UU tersebut sudah terwujud maka langkah berikutnya adalah membenahi sektor Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan mengeksekusi UU tersebut. Seperti pepatah barat yang mengatakan bahwa yang menentukan keberhasilan adalah “The man behind the gun”, demikian juga dengan UU ini. UU ini hanya akan menjadi “macan kertas” kalau pelaksananya di lapangan “melempem”.

Satu hal yang seringkali terlupakan adalah peran serta masyarakat dalam keberhasilan pengelolaan kekayaan negara. Pemerintah perlu untuk melibatkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan kekayaan negara. Peran aktif dari masyarakat sangat diperlukan terutama dalam hal pengawasan pengelolaan kekayaan negara sehingga tidak terjadi hal-hal seperti penjarahan aset negara.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, ada beberapa kesimpulan penting yang dapat Penulis ambil yaitu:

1. Kekayaan Negara adalah alat pemerintah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

2. Pengelolaan Kekayaan Negara yang efisien, efektif dan optimal adalah kunci keberhasilan pemerintah dalam melayani masyarakat.

3. Landasan hukum yang kokoh dan terintegrasi sangat diperlukan untuk mengelola kekayaan negara sehingga tercipta kepastian hukum.

4. Kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari staf pengelola kekayaan negara, khususnya DJKN, sangat dibutuhkan guna menjamin tercapainya tujuan pengelolaan kekayaan negara.

5. Dukungan dan peran aktif masyarakat juga ikut menentukan keberhasilan pengelolaan kekayaan negara.

== ooooooo ==


Referensi :

Better Practice Guide, Asset Management Handbook, 1996.

Asset Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through Public-Private Dialogue”. Federal Highway Administration and the American Association of State Highway and Transportation Officials , 1996.

Kasali, Rhenald. Change. Pustaka Gramedia Utama. 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar